Selasa, 28 April 2009

bahasa di otak kita



Indra bahasa manusia itu rumit dan misterius. Kita tahu bahwa kita diciptakan untuk menguasai bahasa sejak bayi, dan bahkan untuk menciptakan struktur bahasa dari bahan mentah yang relatif tidak ter-struktur atau kacau. Bayi bukanlah kertas kosong sehingga pengasuh bisa menuliskan aturan-aturan tata bahasa, melainkan kreator bahasa yang sangat aktif. Harus ada keadaan yang sangat luar biasa untuk mencegah para seniman bahasa kecil ini agar tidak mencapai tujuan mereka menyu-sun tata bahasa mental yang lengkap dalam tahun-tahun pertama kehidup-an mereka.

Jadi, bahasa adalah indra alamiah yang menyatukan semua manusia, menghasilkan satu perangkat aturan mental internal yang sangat halus dan rumit yang diperoleh tanpa sarana ins-truksi atau pendidikan formal. Tetapi, tetap saja ada perbedaan-perbedaan individual yang penting di antara kita. Orang yang lebih tua cenderung memiliki kosakata yang lebih banyak daripada mereka yang lebih muda. Pertumbuhan kosakata merupakan hasil akumulasi pengalaman umum yang kita asosiasikan dengan bertam-bahnya umur, dan tidak selalu bergan-tung pada ketajaman mental yang memungkinkan anak usia 20 tahun mengalahkan orangtuanya dalam permainan kalkulasi cepat. Dan kita semua tahu bahwa sebagian orang punya kosakata yang lebih banyak daripada rekan-rekan seumur mereka. Sementara ukuran kosakata mungkin tidak bergantung pada ketajaman mental, ia cenderung berkorelasi de­ngan ukuran-ukuran kecerdasan lain, misalnya kemampuan memanipulasi angka, memutar objek 3-dimensi dengan mata pikiran, dan melakukan operasi-operasi logika.

Sebab-akibat berlangsung bolak-balik di sini. Kosakata yang banyak merupakan hasil dari minat membaca dan mempelajari informasi baru yang menantang. Bayangkan, betapa ba-nyaknya usaha dan disiplin-diri yang dibutuhkan untuk membaca sebuah karya nonfiksi di New Yorker, atau sebuah artikel di Wall Street Journal, daripada yang dibutuhkan untuk mencerna salah satu tulisan tentang keripik kentang di tabloid supermarket.

Semakin banyak bukti yang men-dukung gagasan bahwa kemauan untuk menantang diri sendiri di bi-dang bahasa akan membantu mem-pertahankan sel-sel otak Anda. Dalam kajian yang dikenal sebagai "kajian biarawati" ditemukan bahwa para bia-rawati yang menggunakan gaya me-nulis yang relatif rumit sejak muda jauh lebih kecil kemungkinannya ter-serang penyakit Alzheimer daripadapara biarawati yang menulis dengan gaya kalimat lebih pendek dan seder-hana. Jadi, kemauan seumur hidup untuk menantang diri sendiri bergelut dengan struktur bahasa yang rumit dapat memberi dampak preventif ter-hadap penyakit Alzheimer.

Saat menua, kita cenderung meng-alami kesulitan yang semakin besar untuk memanipulasi susunan kalimat yang kompleks. Ini barangkali disebab-kan oleh mengikisnya kerja ingatan jangka-pendek. Jadi, akan semakin sulit untuk menganalisis kalimat, seperti: Meskipun Lisa telah selesai makan pastelnya, Budi tetap me-nolak iLntuk tidak memberi kesem-patan kepada Lisa menawarinya sepotong kue. Juga, semakin sulit untuk "menangkap" bacaan dari kali-mat yang "menyesatkan", seperti: An/ing yang berjalan di gang menggong-gong. (Kalimat yang "menyesatkan" adalah kalimat yang "menyesatkan" ketika Anda menguraikan kalimat tersebut kata-demi-kata. Saat sampai pada akhir kalimat, Anda sadar bahwa Anda pasti telah menganalisis kalimat tersebut secara keliru, dan Anda terdo-rong untuk menguraikannya lagi agar mendapatkan hasil lebih baik. Semua ini memberikan beban pada ingatan kerja Anda.)

Kemampuan ini, seperti semua kemampuan lain yang bergantung pada ingatan kerja, masuk dalam kategori "gunakan atau hilang". Bah-kan ketika masih remaja, kita akan kehilangan kemampuan kita dalam kalkulasi mental jika kita hanya meng-andalkan kalkulator mekanis dan bukannya otak kita. Sel-sel otak Anda dapat menumbuhkan dendrit-dendrit baru sepanjang hidup, jadi jangan putus asa. Tetapi, semakin lama Anda menunggu untuk meralat situasi itu, semakin berat jadinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar